SEJARAH BERDIRINYA GEREJA BATAK KARO PROTESTAN
Pekabaran Injil pertama ke daerah Karo merupakan jamahan tangan Tuhan
untuk menyampaikan berita Keselamatan kepada masyarakat Karo. Kehadiran
Pekabar Injil pertama di daerah Karo, dibagi atas dua kurun waktu oleh
Lembaga Penelitian dan Studi DGI. Kurun waktu yang pertama disebut
masa-masa permulaan, mulai tahun 1890-1906. Kurun waktu yang kedua
disebut masa-masa Penanaman dan Penggarapan, mulai tahun 1906-1940.
Masa-masa Permulaan (1890-1906)
Pekabaran Injil periode pertama ini diterima masyarakat Karo dengan
permusuhan. Masyarakat Karo menentang Belanda karena Belanda mengambil
tanah rakyat untuk ditanami tembakau. Orang Karo menunjukkan
perlawanannya dengan membakar gudang-gudang tempat menyimpan tembakau
pada malam hari, merusak tanaman tembakau dan bahkan mengancam jiwa para
pengusaha.
Mr. J.T. Cremer, kepala administrasi Deli Mij, mengumpulkan dana
sebanyak f. 30.000,- pertahun, sebagai biaya penjinakan orang Karo
dengan cara kristenisasi. Cremer berpendapat bahwa jalan satu-satunya
untuk mengamankan perkebunan mereka adalah dengan melembutkan hati orang
Karo dengan cara pemberitaan Injil. Kemudian Cremer mengadakan
perjanjian dengan Nederlandsche Zending Genoothchac (NZG), sebuah
zending yang ada di Negara Belanda untuk mengirim tenaga-tenaga Pekabar
Injil ke Deli.
Tanggal 18 April 1890, Pdt. H.C. Kruyt dan Nicolas Pontoh, dari
Minahasa, tiba di Belawan untuk penginjilan orang Karo. Mereka memilih
desa Buluh Awar menjadi pos pelayanan. Di Buluh Awar, mereka mulai
mempelajari bahasa Karo dan adat istiadatnya. Mereka mengadakan
pendekatan-pendekatan dengan perbuatan baik untuk menciptakan suasana
yang akrab dengan masyarakat setempat dengan tidak jemu-jemu.
Pekabar Injil Pertama, berani mempertaruhkan nyawanya, demi berita Injil
untuk orang Karo. Motivasi penginjil NZG untuk menginjili orang Karo
jauh melebihi motivasi dari pengusaha-pengusaha perkebunan yang
membiayai penginjilan tersebut. Penginjil menghadapi banyak kendala,
mulai dari kebencian orang Karo kepada orang Belanda, komunikasi dalam
bahasa Karo yang belum mereka pahami, dan juga ancaman keselamatan nyawa
mereka. Namun penginjil ini tidak mundur untuk memberitakan berita
keselamatan kepada orang Karo.
Pada masa permulaan penginjilan, para penginjil memberikan pelayanan
pendidikan umum di lima desa, masing-masing didirikan satu pos
pelayanan. Masing-masing sekolah dipimpin oleh Guru Injil dari Minahasa
serta mengadakan kerja sama dengan Kepala Desa setempat. Mereka membagi
pos-pos sebagai berikut:
- Pdt H.C.Kruyt dan Nicolas Pontoh di desa Buluh Awar.
- Gr. Injil Benyamin Wenas di desa Salabulan.
- Gr. Injil Johan Pinontoan di desa Sibolangit.
- Gr. Injil Ricardo Tampenawas di desa Pernengenen.
- Gr. Injil Hendrik Pesik di desa Tanjung Baringin
Pendidikan yang dilakukan ini mendapat curiga dari masyarakat setempat.
Masyarakat setempat menganggap ini adalah siasat Belanda untuk mencari
simpati rakyat. Hambatan ini ditanggulangi dengan cara pendekatan
melalui Kepala Desa setempat. Mereka secara bersama-sama mengadakan
penyuluhan serta pertemuan-pertemuan dengan masyarakat desa. Setelah
empat tahun pendidikan di lima desa itu, maka merekapun sudah mempunyai
39 orang murid.
Masyarakat Karo memiliki kepercayaan tertentu terutama mengenai
pengobatan penyakit-penyakit. Banyak pengobatan tradisional Karo yang
pada umumnya berbaur dengan kepercayaan leluhur. Banyak penyakit yang
diobati dengan cara tradisional dan tingkat kematian tinggi karena sakit
peyakit. Penginjil ditantang untuk bekerja keras dan belajar tentang
perawatan kesehatan dan obat-obatan. Mereka tidak hanya mempelajari
bidang pengobatan medis, tetapi juga mempelajari pengobatan tradisional
Karo. Para penginjil ini pergi melayani, kapan dan dimana saja orang
membutuhkan pelayanan kesehatan. Pekabar injil menggunakan kesempatan di
mana saja dan kapan saja, untuk mengabarkan kabar kesukaan. Setelah
tiga tahun kemudian, terjadi suatu kabar yang menggembirakan dan memang
ditunggu-tunggu, yaitu pembabtisan pertama yang dilakukan kepada orang
Karo sebagai buah Injil yang telah mereka beritakan. 22 Agustus 1983,
dilakukan babtisan yang pertama terhadap enam orang suku Karo di desa
Buluh Awar.
Tanggal 24 desember 1899 ditahbiskan Gereja Batak Karo yang pertama di
Buluh Awar. Semua nyanyian yang dinyanyikan pada saat pentahbisan ini
adalah nyanyian dalam bahasa Karo yang sudah duterjemahkan oleh para
penginjil. Saat itu jumlah anggota jemaat 56 orang, sementara yang sudah
dibabtis sebanyak 17 orang dan disidi 4 orang. Sekolah yang didirikan
NZG 4 buah dengan murid 93 orang.
Masa-masa Penanaman dan Penggarapan (1906-1940)
Kurun waktu kedua dinamakan masa penanaman dan penggarapan, ini meliputi
tahun 1906 sampai 1940. Dapat dikatakan bahwa yang berperan pada masa
sebelumnya adalah seluruhnya di luar orang Karo. Tetapi, pada masa
penanaman dan penggarapan ini orang Karo sudah ikut terlibat.
Pada masa penanaman dan penggarapan banyak dilakukan
pembangunan-pembangunan, di bidang kesehatan masyarakat dengan membangun
poliklinik-poliklinik dan rumah-rumah sakit. Leluhur Karo sangat
mengkaitkan sedemikian rupa antara penyakit, kekuasaan alam gaib, dan
roh-roh leluhur serta sistem pengobatan yang pada dasarnya adalah tanpa
pembayaran materi, tetapi di dalam kaitan kekeluargaan. Merupakan suatu
penghinaan terhadap seorang Guru Mbelin, yang dianggap masyarakat
sebagai manusia keramat, mau ditantang oleh para pekabar injil pertama
dengan penyuluhan-penyuluhan kesehatan. Penyuluhan kesehatan ini pada
umumnya menolak hal yang tahayul. Tidak jarang pada zaman itu, pelayan
harus menanggung berbagai penderitaan di dalam penyampaian kasih melalui
pelayanan kesehatan ini.
Untuk pengembangan pendidikan masyarakat dibangun rumah-rumah sekolah
dan sarana belajar lainnya. Lulusan sekolah ini akan menjadi pelopor di
tengah-tengah masyarakat. Pengembangan prekonomian masyarakat Karo
dilakukan dengan pengadaan sarana pertanian. Pembangunan irigasi dan
pemanfaatan tanah dikembangkan bersama masyarakat. Pembukaan jalan
sampai ke dataran tinggi Karo memberikan peluang yang besar kepada
masyarakat untuk memasarkan hasil produksinya. Pembangunan yang dimotori
oleh para penginjil membawa hasil yang cukup memuaskan, oleh karena
tumbuh kesediaan dan kesadaran masyarakat Karo sendiri.
Pendidikan sebagai ujung tombak pelayanan sangat relevan, karena pemuda
lebih terbuka dengan sesuatu yang baru. Serta di alam pikiran yang baru
itu, mereka dengan berani mencetuskan pikiran-pikirannya sehingga
pembaharuan tersebut lebih cepat tercapai. Sebagai generasi penerus,
mereka menciptakan alam yang baru di dalam generasinya. Dengan demikian,
pendidikan sekolah tersebut disamping mendidik para pembaharu, juga
memberlakukan pembaharuan itu sendiri.